Wednesday, September 03, 2008

Kepemimpinan Partisipatif



Banyak manajer, organisasi atau perusahaan yang mengaku menggunakan prinsip Kepemimpinan Partisipatif. Sebenarnya, apa sih kepemimpinan partisipatif itu ? Apa pentingnya menerapkan kepemimpinan partisipatif dalam suatu organisasi ? Apakah ada kondisi prasyarat agar kepemimpinan partisipatif ini dapat diterapkan dalam organisasi kita ? Mengingat sejarah dan pengalaman kita di Indonesia, serta kondisi SDM kita, apakah mungkin kepemimpinan partisipatif diterapkan ?

Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim.

Saya mencoba membuat tulisan dengan menggunakan sumber dari Mc Crimon, agar kita bisa lebih memahami dan karenanya mampu menerapkan kepemimpinan partisipatif secara benar dan utuh.

Secara sadar kita ingin membangun kemampuan tim kita. Tetapi ketika kita akan membuat keputusan, apakah kita akan melibatkan anggota tim ataukah kita buat keputusan sendiri dengan alasan untuk menghemat waktu ? Seorang pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan tim dalam membuat beberapa keputusan kunci, bukan seluruh keputusan.

Tapi pertama-tama, mari kita lihat mengapa ada manager yang tidak terlalu partisipatif ? Alasan utama ialah karena mereka berpikir bahwa mereka harus terlihat kuat, tegar, independen dan tegas; agar bisa dilihat sebagai manager yang efektif. Mereka merasa bahwa kalau menerapkan kepemimpinan partisipatif maka mereka terlihat lemah atau tidak tegas. Memang pada organisasi yang anggotanya masih memiliki pandangan "bergaya lama", anggota tim atau pekerja/staf berharap agar manager mereka mampu membuat keputusan dan tidak perlu meminta masukan dari anggotanya. Di pihak lain, beberapa manager memang masih senang dengan perasaan memiliki kontrol dan kekuasaan untuk membuat keputusan. Yang terakhir, keterbatasan waktu kerap mendorong para manager untuk membuat keputusan sendiri.

Konsep kepemimpinan partisipatif tentunya diperkenalkan karena sejumlah keunggulan yang dimilikinya. Mengapa kita perlu mengadopsi gaya kepemimpinan partisipatif? Sekarang ini, begitu banyak staf yang pandai, profesional yang memiliki keterampilan dan kemampuan yang tinggi. Memotivasi para staf yang pandai dan profesional bisa dimulai dengan membuat mereka merasa dihargai. Tidak ada yang lebih sederhana dan baik untuk membuat mereka merasa dihargai selain meminta mereka, secara ikhlas, memberikan saran. Kita bisa menepuk punggung mereka dan menghargai apa yang sudah mereka lakukan tetapi ini tidak seefektif memotivasi melalui pelibatan mereka dalam pembuatan keputusan. Alasan kedua pada dasarnya merupakan akibat dari yang pertama. Staf yang terlibat dalam pembuatan keputusan akan lebih merasa memiliki terhadap program.

Tambahan lagi, sebagian besar pekerjaan kita sehar-hari menuntut orang untuk berpikir dan memecahkan masalah. Pekerjaan kita pada dasarnya juga adalah pekerjaan mental (mental work). Bila suatu tim perlu berpikir kreatif untuk memecahkan masalah, meningkatkan produktivitas atau efektivitas program; maka cara terbaik untuk mencapai mental work melalui staf adalah dengan meminta saran mereka.

Pertanyaan yang menggelitik adalah apakah kita sudah benar-benar menerapkan kepemimpinan partisipatif? Bila kita meminta saran dan masukan dari staf untuk meningkatkan kualitas keputusan yang akan dibuat, tetapi pada akhirnya kita mementahkan segala masukan itu; apakah itu dapat kita sebut sebagai kepemimpinan partisipatif ?

Saya pikir, ada hal penting yang harus dimiliki seorang manager untuk bisa menerapkan kepemimpinan partisipatif secara pas. Dia harus memiliki pandangan positif tentang staf. Seorang manager harus menempatkan atau memandang staf sebagai kekayaan/asset yang mampu (capable) memberikan sumbangan pemikiran. Seorang manager juga perlu open minded atau berpikiran terbuka. Hal ini mutlak diperlukan karena kadang atau bukan tidak mungkin, masukan dari staf berdeda atau bahkan bertentangan dengan pemikiran awal para manager. Yang terakhir, positive thinking. Manager yang memiliki pikiran positif tidak akan secara serta merta menduga apalagi menuduh staf yang berpikiran 'berbeda' sebagai penentang. Hanya manager yang berpikiran positif yang akan mampu membaca "kemurnian" ide dan saran staf. Manager yang pikirannya diwarnai dengan segala macam hal negatif tentang staf, akan sulit menerima saran dan masukan dari staf. Pada akhirnya, masukan dari staf tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Bila ini terjadi, maka pelibatan staf dalam pembuatan keputusan hanya bersifat semu. Bukan yang sebenarnya.

Singkat kata, saya percaya bahwa kepemimpinan partisipatif hanya bisa dijalankan oleh manager yang telah memiliki kesiapan dan kematangan. Sikap dan pandangan manager
yang belum siap dan matang; yang dicirikan oleh ketidaksiapan menerima masukan yang berbeda, pandangan 'curiga' dan 'tidak percaya' pada kesungguhan dan kemurnian pemikiran staf; justru akan menjadi bumerang bagi organisasi, tim atau perusahaan. Alih-alih merasa dihargai, staf justru akan merasa dipermainkan dan tidak dihargai.

Sudahkah kita menjalankan kepemimpinan partisipatif ? Tentu tidak mudah kita menemukan jawabannya. Apalagi bila kita belum bisa 'membaca' dan 'memahami' staf atau anggota tim kita.

Mungkin ada pembaca yang memiliki pandangan berbeda mengenai apa yang saya tulis ini. Silakan memberikan masukan, saran atau sekedar respon untuk memperkaya wacana ini.