Monday, October 19, 2009

Qanun MPD Aceh Utara

Menurut pengakuan pengurus MPD dari Kabupaten Bireuen, Aceh Utara dan Pidie Jaya, lokakarya MPD dan Komite Sekolah mengenai peran kedua lembaga tersebut dalam kancah pembangunan pendidikan seolah membangunkan kembali kesadaran mereka mengenai posisi dan peran penting kedua lembaga tersebut. Lokakarya yang dilakukan pada pertengahan 2008 itu kemudian ditindaklanjuti dengan reviu dan kemudian pengembangan petunjuk teknis komite sekolah. Selanjutnya bahkan MPD bersama pemangku kepentingan terkait menyusun Modul Pemberdayaan Komite Sekolah yang akan digunakan dalam pelatihan dan pendampingan bagi komite sekolah.

Semangat Majelis Pendidikan Daerah untuk mengaktualisasikan peran dan fungsinya diwujudkan dengan penyusunan Qanun tentang peran MPD. Apa yang dilakukan MPD ini juga mendapat respon positif dari Dinas Pendidikan dan Kantor Departemen Agama, bahkan oleh DPRK setempat. Tanggal 28 Agustus 2009 lalu melalui suatu rapat pembahasan DPRK Kabupaten Aceh Utara telah menyetujui dan mensahkan Qanun MPD tersebut.

Disahkannya Qanun MPD merupakan perkembangan penting karena bukan hanya memperkuat dasar hokum keberadaan MPD dan hubungan kelembagannya dengan komite sekolah, melainkan juga memperkuat MPD dengan wewenang dan sumber-sumber yang diperlukan PMD untuk bisa melakukan tugasnya secara lebih efektif dalam tata kelola pendidikan di kabupaten. Walaupun CEPA tidak terlibat langsung dengan proses legislasi, hubungan kerja yang erat dengan MPD dalam tata kelola pendidikan di tingkat kabupaten telah memainkan peranan penting dalam meningkatkan relevansi, kapasitas dan kredibilitas MPD dalam perannya yang strategis tersebut.


Pemilihan komite sekolah yang representatif




Walaupun Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 044/U/2002 tentang Komite Sekolah mengamanatkan prinsip tata kelola yang baik, namun dalam kenyataannya di lapangan kurang memberikan panduan praktis/teknis untuk penerapannya. Dalam banyak kasus pembentukan Komite Sekolah hanya dilakukan berdasarkan penunjukkan oleh kepala sekolah. Karena itulah maka adanya panduan atau petunjuk teknis dirasakan penting, karena bisa membantu menjamin diterapkannya praktek partisipasi dan akuntabilitas dalam prosesnya, yang sebaliknya juga berkontribusi terhadap munculnya kepercayaan pimpinan dan warga masyarakat khususnya pada masyarakat pasca konflik.

Majelis Pendidikan Daerah (MPD) dari 3 kabupaten di Aceh (Bireuen, Aceh Utara dan Pidie Jaya) melalui serangkaian lokakarya telah berhasil menyusun Petunjuk Teknis Pemilihan Komite Sekolah. Karakteristik kunci dari Petunjuk Teknis ini meliputi :

• Proses pemilihan yang dilakukan secara transparan, inklusif dan berskala luas (broad based)
• Keterwakilan perempuan minimum 30 % dalam Komite Sekolah
• Verifikasi dan pengesahan Komite Sekolah oleh MPD untuk menjamin independensi proses pemilihan komite sekolah

Dengan menggunakan Petunjuk Teknis Pembentukan Komite Sekolah tersebut, MPD Kabupaten Bireuen telah memfasilitasi pemilihan dan pengesahan Komite Sekolah di 29 sekolah (25 SD dan 4 MIN) di 4 gugus di Kabupaten Bireuen. Di Kabupaten Aceh Utara, MPD juga sudah mensosialisasikan Petunjuk Teknis ini kepada seluruh UPTD dan perwakilan Komite Sekolah dan Kepala Sekolah dari seluruh jenjang pendidikan. Lebih jauh Dinas Pendidikan dan Kantor Departemen Agama Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara telah menerbitkan surat edaran yang menginstruksikan agar seluruh sekolah/madrasah (tingkat dasar sampai menengah) menggunakan petunjuk teknis tersebut dalam pelaksanaan pemilihan komite sekolah.

Dalam satu bulan terakhir (Oktober 2009) sejumlah sekolah (termasuk diantaranya satu SMA di kecamatan Muara Batu) telah melaksanakan pemilihan komite sekolah dengan menggunakan petunjuk teknis tersebut. Hasil pantauan terhadap pelaksanaan pemilihan komite sekolah di beberapa sekolah menunjukkan antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam prosesnya. Jumlah masyarakat yang hadir dalam pemilihan komite sekolah tercatat lebih dari 100 orang. Hal ini juga dapat dilihat sebagai antusiasme masyarakat terhadap keterbukaan sekolah.

Hasil pemilihan dan pembentukan Komite Sekolah di 4 gugus di kabupaten Bireuen mengacu kepada Petunjuk Teknis di atas telah menghasilkan perubahan yang signifikan pada komposisi Komite Sekolah. Perubahan terpenting adalah meningkatnya keterwakilan unsur masyarakat dan unsur perempuan dalam komite sekolah.

Petunjuk Teknis juga dilengkapi dengan Modul Pelatihan untuk memperkuat :
• Prinsip Pembentukan Komite Sekolah
• Peran dan Tanggung Jawab Komite Sekolah
• Administrasi dan Pelaporan Sederhana
• Aturan dan prosedur penyusunan AD/ART Komite Sekolah

CEPA juga telah berkontribusi dalam melakukan pelatihan bagi calon pelatih kabupaten untuk memfasilitasi pemilihan komite sekolah dan pemberdayaannya. Komite Sekolah tidak akan mampu melaksanakan peran dan fungsinya secara efektif manakala tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang relevan seusai mereka terpilih. Untuk menjamin pembinaan yang berkelanjutan terhadap komite sekolah ini maka MPD perlu diperkuat dengan sejumlah pelatih kabupaten untuk memfasilitasi dan mendampingi komite sekolah. Forum Komite Sekolah perlu juga dibentuk dan difungsikan sebagai wadah dimana komite sekolah dalam satu kecamatan bisa saling belajar dan berbagi pengalaman.

Tak ada halangan untuk KKG




KKG atau Kelompok Kerja Guru yang diperkenalkan melalui program PEQIP (Primary Education Quality Improvement Project) beberapa dasawarsa lalu seakan mati suri. Mereka ada tetapi sebagian besar KKG di gugus-gugus tidak beroperasi sebagaimana yang diharapkan. Sebagian besar gugus mengaku hal itu dikarenakan ketiadaan biaya, sebagian lainnya beralasan karena ketersediaan tutor serta kemampuan mereka.

Untuk mengatasi ketiadaan biaya untuk pelaksanaan KKG, karena Dinas Pendidikan tidak lagi menyediakan dana untuk operasional KKG, di Gugus 4 Matangkuli (Paya Bakong) Kabupaten Aceh Utara 6 SDN dan 1 MIN beriuran menggunakan Dana BOS untuk kegiatan KKG dan KKKS. Jumlah total dana BOS yang dialokasikan untuk kedua kegiatan ini adalah Rp 18.930.000 (delapan belas juta sembilan ratus tiga puluh ribu rupiah) untuk membiayai 17 pertemuan KKG (uang transport peserta dan fee untuk tutor /nara sumber). Jumlah dana dan rencana penggunaannya disampaikan oleh Bapak Abdullah, Kepala SDN 1 Paya Bakong sebagai Kepala SD Inti. Program KKG dirancang bersama para guru dengan dampingan dari Kepala UPTD dan pengawas sekolah/madrasah untuk menjamin kesesuaiannya dengan kebutuhan praktis para guru di lapangan serta sasaran pembangunan pendidikan. Tutor untuk kegiatan KKG adalah alumni pelatihan PAKEM yang pada bulan sebelumnya telah diselenggarakan oleh CEPA.

Apa yang diungkapkan Kepala UPTD Matang Kuli Bapak Sarjan, SPd agar KKG bisa menjadi show room, workshop, bengkel,dan doorsmeer sungguh menarik. Maksudnya KKG harus menjadi ajang dimana para guru bisa memamerkan hasil karyanya berupa teknik dan metoda baru, media pengajaran yang praktis dan murah, dll. KKG harus menjadi tempat dimana para guru bisa bekerja dan belajar bersama untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran siswa dan menghasilkan inovasi dalam pembelajaran. KKG harus mampu memperbaiki atau meningkatkan kinerja guru, mengubah keadaan guru dari tidak mampu menjadi lebih mampu. Dan KKG juga harus mampu mencuci dan membersihkan guru dari pandangan, sikap dan perilaku yang kurang tepat dalam posisi sebagai guru yang pada dasarnya adalah model yang seyogianya layak digugu (diikuti) dan ditiru (dicontoh). Ungkapan Kepala UPTD ini membumikan peran dan fungsi KKG sebagaimana diamanatkan sejak pencanangannya.



Pelaksanaan KKG di Gugus 1 Peusangan – Kabupaten Bireuen sudah mencerminkan kegiatan yang cukup baik. Para guru yang telah dilatih PAKEM menjadi tutor dalam pertemuan KKG. KKG menjadi tempat dimana guru dapat saling belajar, menciptakan dan mencobakan alat dan metoda baru, meningkatkan semangat kerjasama sekaligus semangat untuk berkompetisi. Melalui KKG apa yang diperoleh guru dalam pelatihan, dapat dibagikan kepada guru lain yang tidak memiliki kesempatan mengikuti pelatihan. Melalui KKG para guru dapat bersama-sama memikirkan bagaimana cara terbaik untuk mengatasi kesulitan dalam mengelola pembelajaran.