Friday, May 09, 2008

Kabar dari NAD

Thanks to Telkomsel Flash, sekarang aku bisa akses internet kapanpun aku mau. Malam ini, aku ingin share tentang kejadian di Bireuen - NAD beberapa hari ini.

Tiga hari belakangan ini isu tentang sms dan telepon misterius menjadi topik pembicaraan semua orang. Pesan berbunyi " Jangan mengangkat atau menerima telpon bernomor MERAH atau dengan kode 08666 atau 0666, karena telpon itu bisa menelan jiwa. Hari ini sudah disiarkan di berita, terjadi di Jakarta dan sudah terbukti, sekarang masih diusut oleh Kepolisian. Dugaan sementara adalah kasus PEMBUNUHAN JARAK JAUH MELALUI TELEPON GENGGAM (HP) oleh DUKUN ILMU HITAM. Si penelpon adalah roh gentayangan yang mencari mangsa. Harap dimengerti dan dikirimkan ke teman atau semua saudara. Harap saling membantu".

Berbagai respon muncul dari berbagai pihak. Anak-anak sekolah yang pertama panik. Satu hari setelah isyu beredar, koran Serambi mengulas isyu ini dan mengingatkan masyarakat untuk tidak percaya pada isyu ini yang menjurus kepada syirik. Memang bukan hanya anak-anak yang termakan isyu ini. Di hari ketiga isyu semakin meluas dengan beredarnya kabar bahwa "di Matang (salah satu daerah di Kab Bireuen) sudah ada korban. Seseorang menerima telepon dan sesaat kemudian pipinya seolah terbakar. Korban kemudian dirujuk ke Rumah Sakit di Banda Aceh".

Hampir setiap orang membicarakan masalah ini. Teman-teman yang menggunakan RBT (ojek), becak ataupun kendaraan umum; semua mengaku ditanyai oleh banyak orang. "Kami orang awam, tapi... mungkinkah itu terjadi?". Bahkan banyak orang yang saling berkirim sms dan telpon agar tidak mengaktifkan HP pada pukul 09.00 12.00 hari Jum'at ini. Salah seorang staff di kantor juga menerima telpon dari seseorang yang mengaku ibunya, yang mengatakan "Jangan aktifkan telepon". Si penerima telpon yakin itu bukan ibunya, karena baik nomor HP maupun suaranya menunjukkan itu bukan ibunya. Mungkin seseorang ingin menelpon anaknya tapi karena panik maka terjadi salah sambung.

Aku melihat respon masyarakat sedikitnya dapat dikelompokkan ke dalam ada 2 bagian besar. Pertama, kelompok yang menerima isyu tersebut mentah-mentah. Mereka lalu mengirimkan sms atau bahkan menelpon saudara atau teman, mengingatkan mengenai isyu santet ini. Hal ini yang membuat isyu semakin meluas dan membuat kepanikan. Menurut teman-teman, hal ini dapa dipahami karena selama ini mereka masih trauma dengan adanya bencana Tsunami, gempa yang sering terjadi, serta konflik yang berkepanjangan. Pada umumnya, anak-anak dan orang tua (parents)termasuk ke dalam kelompok ini. Kedua, kelompok yang mencoba tetap rasional dengan mencari rasinalisasi dari pesan tersebut.

Siang tadi sekitar ba'da Jum'at, seorang teman di Kecamatan Simpang Mamplam menerima sms yang menyatakan bahwa "apa yang terjadi adalah pengiriman pesan yang mengandung radiasi sinar ultra merah yang memang membahayakan si penerima". Tentu saja, isyu yang sama "panasnya" ini juga disebarkan si penerima ke teman dan saudaranya. Entahlah, akupun tak paham apa yang sedang terjadi. Yang pasti berita tentang adanya korban dari Matang pun, tak ada yang mengaku melihat langsung. Semua hanya bersandar pada "kabarnya". Dan yang juga sama pastinya, banyak orang berpikir bahwa pesan tentang radiasi sinar ultra merah juga "dirasakan layak untuk disebarluaskan". Dampaknya, ribuan sms bertebaran di antara pengguna HP tentang isyu yang tidak jelas juntrungnya ini. Seseorang di Banda Aceh mengaku, dalam hari pertama ia mengabiskan pulsa sebesar sekitar Rp 10,000 untuk mengirimkan berita tentang isyu tersebut. Dari sisi ini mungkin kita bisa kuat menduga bahwa pesan tentang adanya santet dan penyebaran sinar ultra merah melalui telpon genggam, memang bertujuan untuk kepentingan memperoleh keuntungan materi semata. Bila ini benar adanya, sungguh tidak bertanggung jawab orang yang memunculkan isyu ini.

Berita yang juga muncul di koran Serambi adalah penembakan seorang ibu muda di kecamatan Bambi Kabupaten Pidie. Perempuan beranak 4 ini ditembak oleh 2 laki-laki ketika ia sedang menyusui anak bungsunya yang berusia 6 bulan. Polisi sudah mengidentifikasi pelaku dan kuat menduga bahwa kejadian itu dilatarbelakangi oleh soal utang piutang. Perempuan itu ditembak di rumahnya pada pukul 11 siang, ketika suami dan anggota keluarga lainnya juga sedang berada di rumah. Inna lillahi wa inna ilaihi ro'jiun.

Berita lainnya adalah tentang seorang pemuda yang menggorok leher ibu kandungnya. Minggu lalu ada kasus dimana seorang pemuda menggorok leher ayah kandungnya. Kabarnya, pemuda tadi stress. Polisi menyatakan bahwa mereka mengalami stress, tidak mampu berpikir jernih karena pengaruh narkoba, dan merasa menerima wangsit untuk membunuh orangtua mereka. Apapun itu, kenyataannya memang banyak ditemukan pemuda yang mengalami stress. Jangan pula disangka daerah di NAD ini bebas dari Narkoba. Bahkan di daerah pesisir Kabupaten Bireuen, daerah yang penduduknya memiliki kondisi ekonomi yang tidak terlalu baik, sering terdengar berita adanya penangkapan pengguna dan penyebar shabu-shabu.

Minggu ini salah satu tabloid juga memuat artikel tentang "ucapan yang dikeluarkan oleh Gubernur NAD". Kabarnya pak Gubernur ini memang dikenal dengan kebiasaannya mengeluarkan kata-kata kasar. Dalam kejadian minggu ini, sang Gubernur memaki dua orang wartawan sesaat setelah wawancara dilakukan. Konon sang Gubernur geram karena pemberitaan media yang dinilainya mengada-ada. Pak gubernur bahkan sampai mengeluarkan kata-kata "Babi kau !". Beberapa teman dekat beliau mengatakan "Itu memang sudah karakter dia. Susah untuk mengubahnya". Karakter atau bukan, para wartawan setuju bahwa itu bukan alasan untuk pembenaran. Mereka menuntut agar pak Gubernur melakukan somasi.

Dari Banda Aceh minggu ini ada berita tentang penembakan seorang Ketua RT oleh 2 orang berkedok. Kabarnya kedua orang tersebut memang sudah mengancam sang Ketua RT untuk memasukkan namanya sebagai calon penerima bantuan dari salah satu donor. Ketua RT menanggapinya dengan mengatakan bahwa hal itu masih dalam proses seleksi. Hasil seleksi belum dikeluarkan oleh donor tapi sang penjahat berkedok sudah tidak sabar dan memutuskan untuk mengeksekusi pak RT. Sungguh tragis.

Dari Lhokseumawe ada lagi berita tentang bom rakitan yang dilemparkan 2 lelaki pengendara sepeda motor. Bom yang dilemparkan di daerah pertokoan di tengah malam ini melukai seorang lelaki yang berada di sekitar lokasi. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.

Program yang kami laksanakan (membangun patisipasi masyarakat untuk membantu pembangunan pendidikan di sekolah/madrasah) sejak awal Februari mulai diterapkan di Aceh Utara. Staff kami yang bertugas di Kecamatan Paya Bakong melaporkan bahwa di daerah tersebut masih banyak ditemukan bom yang masih aktif, tergeletak di pinggir jalan. Tidak heran bila ada berita tentang korban ledakan bom dari kabupaten ini.

Mungkin orang bertanya, mengapa aku mau bekerja di daerah yang bahkan sebagian orang Aceh pun takut mendengarnya. Dulu selama 1,5 tahun aku bekerja di wilayah Kabupaten Pidie. Daerah yang dianggap basis GAM. Sekarang sudah sekitar 6 bulan aku bekerja di wilayah kabupaten Bireuen dan Aceh Utara. Daerah yang juga pernah mengalami konflik yang berkepanjangan. Selama 2 tahun berada di Aceh, aku merasa aman. Walaupun berita tentang penculikan, penembakan, perampokan atau pemboman; masih selalu dapat dibaca di koran-koran lokal, aku tetap merasa aman. Karena secara umum, kondisi memang aman. Hampir seluruh kejadian penculikan, penembakan atau pemboman;dilakukan tidak secara random. Kegiatan masyarakat pun secara umum berlangsung normal.

Hal lain yang membuatku betah bekerja dengan masyarakat Aceh adalah karena mereka sangat jujur dan terbuka. Jujur dan berani bicara apa adanya. Mungkin terdengar keras bagi masyarakat di Jawa, tetapi menurutku orang Aceh lebih jujur. Mereka tidak biasa dengan euphimisme. Menghaluskan kata yang bisa berdampak pada "melemahkan" arti pesan yang ingin disampaikan. Kritik pada Sang Gubernur adalah salah satu contohnya. Tidak ada satu pun pihak yang mencoba membenarkan apa yang dilakukan sang Gubernur. Masyarakat Aceh pun terbuka pada kritik. Tentu saja ini secara umum. Para birokrat umumnya masih "tegang" bila menerima kritik. Tapi di tingkat bawah, sekolah dan masyarakat misalnya, mereka sangat terbuka terhadap kritik dan masukan konstruktif. Mereka juga memiliki keinginan yang sangat kuat untuk berubah kearah yang lebih baik. They are eager to learn. Dari pengalaman bertemu dan bekerja bersama masyarakat di sejumlah kecamatan, dapat dibaca kesadaran dan keinginan mereka untuk membangun generasi yang lebih baik. Bahkan KPA pun yang anggotanya adalah mantan kombatan GAM, mendukung penuh program kami ketika mengetahui bahwa program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Mereka bahkan bisa menerima bahwa dalam implementasi program kami tidak dikenal adanya Pajak Nangroe. Program kami tidak memberikan toleransi bagi adanya pajak untuk siapapun. Program yang berada di bawah kemitraan Australia - Indonesia ini, saat ini mungkin merupakan satu-satunya program yang memberikan Dana Hibah untuk masyarakat yang tidak menyediakan dana untuk Pajak Nangroe. Dan alhamdulillah, pengurus dan anggota KPA bisa memahami hal ini.

Kesimpulan yang bisa kuambil adalah bahwa orang Aceh sangat mengerti tentang pentingnya pembangunan pendidikan. Mereka juga dapat memahami dan menerima alasan tentang kebijakan yang kami ambil, misalnya tentang Zero Tolerance untuk pajak Nangroe. Bahkan prinsip demokrasi, tranparansi dan akuntabilitas yang kami tanamkan melalui program pembangunan masyarakat untuk pendidikan; diterima dengan sangat baik. Siang tadi di SDN 15 Simpang Mamplam, Pak Amir Ketua PPS (Panitia Pengembangan Sekolah) yang berasal dari unsyur masyarakat mengatakan bahwa dengan adanya program CEPA (Communities and Education Program in Aceh), saat ini paling tidak 50 % dari penduduk desa mengetahui dan membantu upaya pembangunan pendidikan di sekolah. "Dulu masyarakat tidak dekat dengan sekolah. Sekarang ini sedikitnya 50 % dari penduduk desa mengetahui dan mendukung apa yang sedang dilakukan di sekolah".

Beberapa good stories dari lapangan juga menunjukkan cukup banyak perubahan. Praktik untuk menjalankan demokrasi, transparansi dan akuntabilitas yang diterapkan dalam program CEPA, sudah diadopsi oleh masyarakat di kecamatan binaan. Pola pemilihan PPS sudah diadopsi dalam pemilihan Geuchik (Kepala Desa) di sejumlah desa di kecamatan binaan. Masyarakat sudah mulai menjalankan peran kontrol terhadap manajemen sekolah sejalan dengan pemahaman mereka tentang peran serta masyarakat dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Di tingkat kabupaten, juga terlihat semangat untuk melakukan perubahan. Majelis Pendidikan Daerah (MPD) atau Dewan Pendidikan sebutannya di propinsi lain, bertekad untuk menjadi institusi yang benar-benar mampu berperan dalam mewarnai kebijakan yang lebih berpihak kepada kebutuhan dan aspirasi masyarakat. DPRK juga telah bertekad untuk lebih berperan dalam mendukung legitimasi dan fungsi peran MPD, bahkan juga dalam menyediakan dana pendamping untuk menjamin keberlanjutan dan penyebarluasan program ke kecamatan lain.

Apa yang sudah dicapai, bukanlah hal yang dapat dianggap kecil. Tapi bagaimanapun perjalanan masih panjang dan tekad atau komitmen harus diwujudkan dalam perbuatan. Kami masih berusaha bekerja bersama untuk mewujudkan agar komitmen yang telah ada dapat diwujudkan dalam tindakan yang lebih nyata. Semoga !

1 comment:

Anonymous said...

Tulisan artikel di blog Anda bagus-bagus. Agar lebih bermanfaat lagi, Anda bisa lebih mempromosikan dan mempopulerkan artikel Anda di infoGue.com ke semua pembaca di seluruh Indonesia. Salam Blogger!
http://www.infogue.com/
http://sumatera.infogue.com/kabar_dari_nad