Sunday, May 11, 2008

Kabar dari NAD (2)

Hari Minggu ini di koran Serambi sedikitnya ada beberapa berita yang cukup menarik.

Pertama, berita tentang ambruknya 3 rumah bantuan BRR di Alue Naga Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Ketiga rumah itu rusak setelah diterpa angin kencang yang melanda kawasan itu. Bagian atap rumah dan beton penyangganya ambruk ke tanah. Padahal menurut pemilik rumah, angin tidak terlalu kencang. "Bagaimana bila sudah musim angin barat, anginnya lebih kencang dari biasanya. Bisa-bisa semua atap rumah disini diterbangkan angin".

Menyikapi kejadian tersebut Kordinator GeRAK Aceh, AKhiruddin Mahjudin mengatakan bahwa ambruknya atap rumah yang dibangun PT Kebun Buana Abadi itu merupakan bagian dari tindak korupsi. Menurut Akhiruddin banyaknya kasus rumah "Abu Nawas" yang roboh hanya karena diterpa angin, menunjukan lemahnya proses pengadaan barang dan jasa oleh BRR NAD-Nias. GeRAK mendesak wakil deputi untuk melaporkan kontraktor yang bersangkutan menyebutke penyidik, dan juga mendesak polisi melakukan penyidikan, dengan dan tanpa pengaduan dari BRR atau masyarakat.

Berita kedua yang menurutku cukup menarik adalah Kunjungan Kerja Kepala Dinas Pendidikan ke Pantai Barat - Selatan NAD. Drs. Mohd Ilyas A Wahab, melakukan kunjungan ke Kabupaten Aceh Barat (Meulaboh) dan Kabupaten Nagan Raya. Kunjungan kerja ini dimaksudkan untuk mengenali permasalahan pendidikan yang dihadapi di masing-masing kabupaten, tentunya agar bisa dicarikan alternatif upaya untuk mengatasinya. Sayangnya informasi yang diberikan oleh Dinas PK Kabupaten tidak dibarengi dengan kelengkapan data yang akurat. Hal ini tentu sangat disayangkan.

Kebetulan saya pernah bekerja bersama ERA (bantuan AusAID) membantu Dinas PK membina sejumlah gugus di Aceh Barat (2007) dan juga pernah bersama UNICEF membantu Dinas PK Nagan Raya dalam masa awal pasca Tsunami (2005). Juga pengalaman menemani team Design Mission dari AusAID bertemu dengan sejumlah pejabat Dinas PK dan dinas terkait di Kabupaten Pidie, Bireuen dan Aceh Barat (2007 - 2008). Dari pengalaman bertemu dengan pembuat kebijakan di Dinas PK, terlihat bahwa informasi yang disampaikan tentang permasalahan dan kebutuhan untuk mendukung pembangunan pendidikan cenderung didasarkan pada common sense dan bukan berdasarkan data yang akurat. Di Kabupaten Aceh Barat dan Bireuen misalnya, selalu diperoleh informasi tentang kurangnya pelatihan guru dan kurangnya tenaga guru.

Secara pribadi saya menyayangkan adanya informasi tentang perlunya pelatihan guru.Hal ini disebabkan karena sebenarnya cukup banyak pelatihan untuk guru, baik di tingkat pendidikan dasar maupun menengah. Tentu saja ketika kita berbicara tentang pelatihan untuk guru, tidak bisa kita berharap seluruh guru akan dapat menerima pelatihan di tingkat kabupaten. Baik di tingkatpendidikan dasar atau menengah, sebenarnya sudah tersedia mekanisme yang dibangun untuk menjamin seluruh guru di setiap unit pendidikan dapat menerima hasil pelatihan. Di tingkat sekolah dasar misalnya, sudah tersedia KKG atau kelompok Kerja Guru. Bila KKG sebagai wahana untuk pemberdayaan guru ini mampu berfungsi secara optimal, maka seluruh guru SD dan Madrasah akan dapat menerima hasil pelatihan. Demikian pula di tingkat SLTP dan SLTA, telah ada MGMP atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran. MGMP ini juga diciptakan agar guru yang telah memperoleh pelatihan di tingkat kabupaten, dapat menyebarluaskan atau membagikan hasil pelatihannya ke seluruh guru di sekolah lain. Revitalisasi wadah pemberdayaan guru inilah yang menurut saya perlu dilakukan. Saat ini tampaknya para guru yang sudah dilatih dan kerap dijadikan sebagai pelatih kabupaten juga belum terwadahi secara baik. Alangkah baiknya bila Dinas K bersama Kantor Departemen Agama membentuk wadah pelatih kabupaten yang akan ditugasi untuk membantu kedua instansi 1ni dalam melakukan pelatihan dan pendampingan bagi para guru di sekolah secara terstruktur.

Lain lagi saya melihat informasi mengenai kurangnya tenaga pendidikan. Baik untuk Kabupaten Aceh Barat maupun Bireuen, dari kesempatan saya berkunjung ke sejumlah sekolah di daerah kota dan daerah pedalaman, saya melihat masalah guru bukan pada jumlah melainkan pada distribusinya. Di salah satu SD di Peusangan misalnya, saya menemukan adanya 22 guru di satu sekolah yang hanya memiliki 12 rombongan belajar. Sementara di daerah Jeunieb dan Simpang Mamplam dapat ditemukan sekolah yang hanya memiliki 3 orang guru untuk melayani 6 rombongan belajar. Mengenai hal ini tidak banyak yang bisa saya katakan. Karena bila saja pendataan tentang kondisi guru (jumlah dan kualifikasi serta disribusinya) dilakukan secara serius dan datanya digunakan oleh Dinas PK dalam perencanaan pembangunan pendidikan kabupaten, tentunya tanpa diwarnai oleh KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) maka tidak perlu terjadi distribusi guru yang tidak merata.

Kondisi pendidikan seperti ini juga menjadi perhatian CEPA. Itulah sebabnya program CEPA ini tidak hanya diarahkan pada pemberdayaan sekolah dan masyarakat, melainkan juga pada peningkatan kepedulian dan komitmen Pemerintah Daerah dalam melakukan perbaikan di tingkat pembuat kebijakan.

2 comments:

Anonymous said...

Tulisan artikel di blog Anda bagus-bagus. Agar lebih bermanfaat lagi, Anda bisa lebih mempromosikan dan mempopulerkan artikel Anda di infoGue.com ke semua pembaca di seluruh Indonesia. Salam Blogger!
http://www.infogue.com/
http://sumatera.infogue.com/kabar_dari_nad_2_

krishna said...

Many thanks. Mudah-mudahan ada lebih banyak orang yang bisa membaca dan mengambil manfaat (kalau ada).