Thursday, July 26, 2007

Ke Sabang




Jum'at tanggal 6 Juli 2007 pagi, awan mendung menggelayut di langit Banda. Sekitar jam 7 pagi kami diantar Husni menuju Pelabuhan Ulee Lhee. Dari sanalah perjalanan menuju Sabang dengan menggunakan ferry akan dilakukan. Ternyata sesampai di Ulee Lhee, puluhan truk dan mobil penumpang sudah antri untuk dapat diangkut ke Sabang. Kami mengambil keputusan untuk menggunakan kapal cepat. Biarlah Husni membawa mobil dengan menggunakan ferry.

Mendung masih bertahan sampai sekitar jam 9 pagi. Hujan disertai angin yang cukup keras bahkan mulai menerpa. Hamidah sempat menyampaikan kekhawatirannya. Saya hanya berdoa dan berharap semoga cuaca menjadi baik menjelang kapal cepat kami berangkat. Alhamdulillah, Allah memang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Tidak lama setelah kami diundang untuk memasuki kapal cepat, langit pun cerah. Bahkan angin pun seolah mendukung keberangkatan kami ke Sabang.

Setelah sekitar 30 menit perjalanan, kapal cepat melabuh di Pelabuhan Balohan - Sabang. Dengan bantuan petugas pelabuhan, tidak sulit menemukan mobil angkutan yang bersedia mengantar kami ke Gapang Beach. Sekitar 45 menit perjalanan ditempuh, melewati hutan dimana cukup sering kami bertemu monyet yang turun ke jalan untuk sekedar mendapatkan pisang dari mereka yang lewat di hutan itu.

Awalnya melihat lingkungan kawasan resort di Gapang Beach yang terlihat sepi, saya enggan menginap disana. Kupikir, lebih banyak orang pergi ke Ibooh, tentunya disana resortnya lebih baik dan pantainya lebih menarik atau bersih. Ternyata .... pantai di Ibooh memang cantik dan sangat indah. Anak-anak dan cucuku pasti suka. Sayangnya, tidak ada penginapan yang cukup representatif untuk keluarga. Disana memang banyak rumah panggung yang disewakan kepada pengunjung. Tetapi, rumah dengan 1 kamar itu tidak dilengkapi dengan kamar mandi. Aduh ..... bagaimana mungkin. Dengan 1 anak berusia 6 tahun dan 2 bayi berumur 1,5 tahun dan 6 bulan, sungguh tak mungkin menempati rumah tak berfasilitas sanitasi ini. Walhasil, setelah mengeluarkan keringat (karena untuk menuju rumah panggung tadi kita harus mendaki bukit), kami memutuskan untuk pindah ke Gapang Flamboyan Resort.


Alhamdulillah, pantai di Gapang ternyata juga bersih dan cantik. Kedua cucuku dan Syifa, langsung senang bermain di pantai berpasir putih. Seorang lelaki menawarkan wisata snorkelling ke Pulau Rubiah. Ketiga anakku langsung bersemangat. Syifa langsung berpikir bagaimana beda pengalaman snorkelling di Bali dengan di Sabang.

Jam 7 pagi keesokan harinya kami berangkat dengan menggunakan perahu. Sewa perahu hanya sebesar Rp 150 ribu rupiah, sedang peralatan untuk snorkelling disewakan dengan harga Rp 50 ribu per unit. Perjalanan ke Pulau Rubiah sekitar 20 menit. Cucu-cucuku sangat senang.

Hampir tak ada pengunjung terlihat di pantai di Pulau Rubiah. Di tempat dimana kami menambatkan perahu, terdapat satu rumah yang menyediakan minuman dan dapat juga diminta menyediakan makanan sesuai pesanan. Tampak 2 pasang wisatawan dari Perancis beserta anak-anak mereka, dan beberapa perempuan bule yang sedang berbincang dengan orang kita. Rasanya, suasana di pantai ini lebih cocok untuk wisata keluarga dibandingkan dengan pantai di Bali.

Snorkelling di Pulau Rubiah ini cukup mengasyikan. Hanya sekitar 30 meter dari pinggir pantai, kita dapat melihat rangkaian terumbu karang yang indah. Terumbu yang berwarna-warni tampak semakin indah dengan banyaknya ragam ikan cantik disana. Waktu satu jam untuk snorkelling atau pun hanya sekedar bermain air seperti yang dilakukan Gilang dan Naufal, tampaknya tidak cukup. Bagaimanapun, kami harus pulang. Sayang Rafie masih terlalu kecil untuk bisa menikmati indahnya pantai dan terumbu karang di pulau Rubiah.

Minggu pagi, anak-anak dan ketiga cucuku diantar Husni ke Kilometer Nol. Wajib, kata Gita, melihat Tugu Kilometer Nol. Sayang kata mereka, jalan menuju kesana tidak terawat. Demikian pula Tugu yang ada, selain kotor dengan coretan tangan jahil, secara umum lingkungan di sekitar bangunan tugu pun tidak terpelihara dengan baik. Minggu malam angin bertiup sangat kencang.

Senin kami pindah ke daerah kota dan menginap di salah satu hotel kecil bernama Holiday yang bersuasana China sangat kental. Memang secara umum, nuansa Sabang lebih seperti Little China Town.

Selasa kami pulang dengan menggunakan ferry. Selain karena cuaca memang cukup bagus, pilihan ini diambil agar anak-anak bisa mendapat pengalaman yang lebih kaya. Alhamdulillah, mimpiku untuk mengajak anak-anak ke Sabang untuk menikmati keindahan alamnya, telah terwujud. Walaupun sayang juga Bima dan Maulida tidak sempat ikut ke Sabang.

No comments: